Bertetangga
terminal Bus antar kota sampai gedung bertingkat menjulang
Siang itu udara panas menyengat, aku -
Naning Utami turun dari angkot jalan
sedikit ke arah barat masuk ke lingkungan SMP Santo Yosef Surabaya. Baru masuk halaman sekolah seolah aku masuk
sebuah penjara. Bangunan tertutup rapat
semua bertembok, tembok pembatas dengan kawat berduri. Hanya pintu
gerbang saja yang terbuka, itu pun
dijaga oleh security. Pertama kali datang ke Surabaya tahun 1986. Aku baru lulus dari
Widya Mandala Madiun dengan gelar sarjana muda berbekal kesederhanaan dan
keyakinan pasti berhasil aku melangkah menjadi guru. Sebetulnya banyak
tawaran untuk mengajar di beberapa
sekolah, seperti ketika aku ke Jakarta
pernah mencoba ke Pangudi Luhur, SMP Wiyata
di Mojo Agung, SMP di Cepu, dan SMA Darma Wanita di Pare tempat
kelahiranku. Hati dan perasaanku mantap
kalau bekerja di Surabaya.
Mulailah
rapat awal tahun ajaran aku diundang untuk mengikutinya, tetapi sayang sekali
Bundaku tercinta dipanggil Allah untuk selamanya. Jadi tak bisa mengikuti
rapat. Selang dua hari aku masuk dan mulai mengajar. Aku merasa mengajar di
tempat ini penuh tantangan. Mulai dari lokasi kelas yang dekat terminal dengan
kebisingan suara bus-bus antar kota sampai klakson mobil angkutan dalam kota.
Saat mulai menjelaskan ke para siswa harus benar-benar dapat mengatur waktu dengan
tepat. Di kelas anak-anak yang besar-besar dibanding anak sekarang, kadang
mereka usil. Apalagi aku sebagai guru
baru masih muda. Untuk menghadapi semua itu perlu ketegasan dan keramahan.
Ternyata yang usil bukan hanya siswa saja tetapi juga orang-orang sekitar
terminal maklum memang berada di dekat terminal ya aku harus bisa bersikap tegas tapi juga ramah. Ya
dengan senyum dan keteguhan iman ternyata semua bisa diatasi.
Tahun
pertama Sr. Ernesta sebagai kepala sekolah aku masih tenang dan enjoy dalam mengajar. Foto di
atas saat aku selelai ultah Carolus di
Gereja. Tahun kedua aku melanjutkan untuk kuliah sore-malam hari dengan harapan
suatu saat kalau menjadi guru tetap aku sudah berbekal ijazah sarjana. Hidup
harus berjuang itu prinsipku. Tahun 1988 lulus dari IKIP dan wisuda. Saat itu Kepala
Sekolah ganti Sr. Elisa. Semenjak Kepala Sekolah Sr. Elisa ini aku semakin
semangat dalam mengajar dan inovasi-inovasi baru dalam pembelajaran selalu
kulakukan. Apalagi saat-saat tertentu Sr. Elisa mengajakku diskusi tentang
pembelajaran, dalam urusan ke Diknas maupun ke lembaga lain. Diriku semakin
tertantang untuk mencari status. Apalagi aku sudah lulus sarjana.
Dua
tahun, tiga tahun aku menunggu dan
berharap menjadi Guru Tetap. Kalau tinggal harapan pasti tak kunjung tiba. Aku
tanyakan Sr. Elisa maupun Bapak Sujadi sebagai WK Kurikulum saat itu. Ternyata
untukku Beliau menyarankan mengikuti tes PNS
saja mengingat aku Muslim. Ya aku juga tahu diri. Saran itu ku ikuti.
Kebetulan nasib lagi baik. Selang beberapa bulan aku diberitahu dalam waktu
satu minggu harus selesai mengurus surat-surat dan persyaratan untuk
pendaftaran PNS sepertinya mustahil hanya dalam waktu seminggu semua surat
harus jadi. Lumayan kalang kabut waktu itu. Karena aku berniat untuk mengikuti
tes apapun kesulitan yang kuhadapi harus
ku tempuh. Padahal segala surat harus aku urus ke Madiun karena aku dari
Madiun. Tak apalah memang harus berjuang dulu kalau ingin berhasil. Ternyata
banyak untungnya juga sekolah bertetangga Terminal antar kota. Alhamdulillah
perjuanganku tidak sia-sia. Mulai pemberkasan, tes, pra jabatan kulewati dengan
baik. Penempatan saat itu bisa diminta di Santo Yosef.
Saat itu tahun 1989 aku menikah dengan
seorang guru PNS (pegawai non stop). Aku sebut demikian karena beliau memang
selalu bekerja-bekerja dan terus saja ada yang dikerjakan. Selang satu tahun aku
punya anak tepat dengan tanggal penikahanku. Setelah satu bulan aku melahirkan
aku pindah rumah meski kecil tenang rasanya sudah punya rumah sendiri, Tidak lagi
di Pondok Mertua Indah. Dua tahun kemudian anak keduaku lahir. Ya bagaimana
lagi mereka harus di asuh oleh pembantu
selama aku mengajar. Kehidupan rumah tanggaku menyenangkan, ekonomi cukup meski
sekedar cukup untuk membayar pembantu, beli susu ngangsur rumah ya harus hidup
sederhana. Aku ke sekolah / ke pangkalan angkot naik sepeda pancal. Sampai
sekarang sepeda pancal itu masih kupelihara dengan baik, lumayan buat bersepeda
ria di hari Minggu. Bahkan pembantuku pun tetap ikut aku selama 20 tahun ini.
Hari hari bersama para siswa kulalui
dengan semangat. Aku berangkat sekolah pagi jam 5.40 pulang sore jam 16.00
bahkan kadang jam 18.00 saat itu jumlah siswa semua sekitar 1300 dengan kelas
pagi-sore. Kepala Sekolah saat itu sudah berganti Bapak JC Sujadi. Beliau
benar-benar pemimpin yang menyenangkan, bisa “ngayomi, mbapak i” dan tegas. Gedung
bangunan jaman Belanda. Tembok yang tak pernah bisa dipaku. Bila mau pasang
pigora atau gambar-gambar harus dibor dulu temboknya. Meski berlantai tegel
abu-abu kondisinya selalu bersih. Tidak hanya pembantu pelaksana saja yang ikut
menjaga kebersihan tapi semua warga sekolah. Bahkan yang paling seru kalau
piket ada anak / siswa terlambat sampai 2x wah hadiahnya membantu membersihkan
halaman /mengelap kaca perpustakaan. Meski dengan hadiah seperti itu baik siswa
maupun orang tua tidak ada yang protes.
Tetapi mereka malah jera tidak terlambat lagi.
Kalau dilihat dari mutu pendidikan
mulai input yang rendah ke output sebetulnya bagus. Para alumnus juga tidak
kalah dengan sekolah lain. Tapi mengapa semakin merosot? Apakah karena sekolah
negeri sekarang serba gratis? Apakah promosi sekolah kurang? Apakah keluarga
berencana berhasil? Inilah yang harus di perjuangkan oleh semua karyawan
khususnya SMP Santo Yosef. Jangan sampai jumlah siswa terus merosot. Bagaimana
nasib teman-teman selanjutnya. Ayolah semangat untuk berprestasi di tiap-tiap
mata pelajaran. Karena itu salah satu daya tarik para siswa SD. Cari guru-guru
yang bermutu, kreatif, aktif, ramah, santun, cerdas juga peka. Supaya kalau
punya anak juga pandai sehingga anak-anak bangsa yang dididik dapat berhasil
dengan baik. Bagiku punya anak-anak yang pandai itu luar biasa, anugerah,
rahmat yang harus disyukuri. Aku bangga dengan anak-anakku, suamiku. Semua
saling mendorong dalam belajar hingga aku menyelesaikan S2, anak-anakku juga
dapat kuliah di ITS ,di Unair masuk melalui jalur SNMPTN dengan IP yang bagus.
Bahkan aku bisa memberikan hadiah mobil, meski bukan mobil baru. Aku kadang mencontohkan mereka pada para
siswaku, bukan berarti nyombong tapi setidaknya bila ingin berhasil harus ada
perjuangan dan doa. Doa orang tua kepada anaknya, doa guru buat murid-muridnya,
doa karyawan buat yayasannya, dan demikian juga sebaliknya semua pasti ada
imbasnya. Nah, ini foto selesai rekoleksi di Pacet, kira-kira tangan siapa ya
yang ada di pundakku? Mulai dari kiri yang jongkok B Fitri, B Evi, P Heru, B
Naning, B Diah, B Sita, B Retno, Bapak Peter.
SMP SANTO YOSEF sekarang tetap
bertetangga dengan terminal Joyoboyo, meski begitu kami bukanlah orang-orang
terminalan yang kasar, jahat, bandel, dan jelek-jelek lainnya. Dari tempat
inilah aku sering kali mengajak para siswa untuk melongok jendela kelas,
melihat, mengamati kehidupan terminal yang serba keras untuk diambil
manfaatnya. Misalnya: “Mari anak-anak kita amati terminal di bawah sana kita
cari hal-hal positif dari mereka”, ajakku suatu saat ketika mengajarkan menulis
puisi, atau pada pembelajaran reportasi. Mengambil hal-hal positif dari contoh
seperti itu ternyata tidak mudah, harus disertai “ular-ular” yang panjang. Pada
waktu lain akupun menggunakan ruang multi media untuk memberikan
tayangan-tayangan dalam pembelajaran, anak-anak sangat senang kalau sudah ku
ajak ke luar atau ke ruang multi media. Karena ada saja hadiah yang kuberikan
kalau mereka cepat selesai mengerjakan tugas, menayangkan film lucu misalnya,
atau mengiringi dengan musik saat mereka menulis. Setelah menggunakan ruang
multi kebetulan temanku tidak membawa Lap Top dia pinjam punyaku. Aku sudah
memberitahu kalau perlu music pakai saja file yang music jangan yang lain. Eee
ternyata saat maunya memberi hiburan anak-anak ternyata yang diklik MP3 wah,
kontan semua bengong, tertawa.Jelas saja isinya ayat-ayat Al Quran. Ya harus
minta maaf ke anak-anak dan segera menggantinya, baru ingat pesanku saat pinjam
lap top. Sekarang kondisi kelas sudah
tidak sebising dahulu lagi. Gedung bertingkat membuat para penghuninya nyaman,
semua menjadi sehat harus melatih kaki untuk naik turun tangga minimal tiga
kali naik turun dalam sehari. Semua fasilitas lengkap meskipun kelas-kelas
tanpa Air Conditioner. Di kota Surabaya yang panas ini bila pelajaran siang
hari bagai masuk ruang sauna, meski ada dua kipas angin yang terus berputar
tetapi tak bisa menjangkau semua ruang kelas. Lumayan semua menjadi sehat
karena bisa berkeringat begitulah manfaat yang bisa kita ambil. Perjuangan demi
perjuangan sudah aku lalui dengan baik. Yang perlu ditingkatkan lagi adalah
perjuangan komunitas untuk menjadikan sekolah ini tetap favorit, jumlah murid
kembali banyak ya meskipun tak sebanyak pertama kali aku masuk. Semoga semangat
yang masih tersisa ini bisa membangkitkan kembali kejayaan masa lampau. Mari
teman-teman mudaku bangkitkan semangatmu “tuk meraih hari esok yang lebih
cemerlang. Harapan-harapan positif bila diwujudkan dengan usaha dan doa bersama
pasti suatu saat akan terwujud, seperti harapan-harapanku saat pertama kali
masuk sekolah ini. Sekarang sudah duapuluh lima tahun aku mengabdi di sekolah
ini aku tinggal menikmatinya, tetap bergelut dengan siswa, buku, dan koreksian.
Cerpen ini juga di muat di "Dalam Dekapan Kangguru" pengantar dan editing Arswendo Atmowiloto.
Hello Bu Naning, apa kabar? Ini Leo murid ibu di smp st yosef, saya masuk tahun 1986 dan lulus tahun 1989, ibu sehat sehat kan?
BalasHapusSalam buat semua guru st yosef.